Sunday, September 23, 2012

Sebuah Renungan


Sebuah Renungan



Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
         “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
“Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya
duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Subhanallah ... Smoga kitalah yang mempunyai hati yang bening, sehingga segala cobaan dan musibah yang menyapa tidaklah membuat kita surut dalam melangkah dan berputus asa dalam menggapai ridho Ilahi. Sungguh sangat benar bahwa besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan yg kita terima.

Saturday, September 22, 2012

Bagaimanakah hukumnya membaca Al-Qur’an dekat kuburan?


Bagaimanakah hukumnya membaca Al-Qur’an dekat kuburan? 


Bagaimanakah hukumnya membaca Al-Qur’an dekat kuburan?
Sudah menjadi tradisi bagi kita masyarakat Indonesia untuk melakukan ziarah kubur. Apalagi di waktu yang diyakini sangat bagus jika kita melakukan ziarah kubur. Dalam melakukan ziarah kubur setidaknya kita membaca ayat Al-Quran, yang tak lain (minimal) Al-Fatihah dan Yasin. Cuma akhir-akhir ini ada sekelompok orang yang menghujat tradisi yang baik ini dengan dalih itu bid’ah! Tak ada tuntunan dari Nabi! Siapa bilang?

Ada dasar kuat yang menyebutkan bahwa ziarah dan membaca ayat Quran di kuburan itu Sunnah. Berikut ulasannya.
Tersebut dalam kitab Sunan Abu Dawud sebuah hadis berikut ini:

Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, Nabi Saw. telah bersabda: “Bacalah surat Yaasiin untuk orang yang mati di antara kamu.” (Riwayat Imam Abu Dawud; kitab Sunan Abu Dawud, Juz III, halaman 191)


Imam Abu Dawud telah memberikan judul hadis ini dengan Babul qira-ati ‘indal mayyiti, artinya: Bab “Membaca Al-Qur’an Dekat Orang Mati”. Sehubungan dengan hadis tersebut, seorang ulama besar yang bernama Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani berkata:

Hadis ini derajatnya hasan. Tidak ada bedanya antara bacaan Yaasin dari jamaah yang hadir dekat orang mati atau di atas kuburnya dengan membaca seluruh ayat Al-Qur’an, atau sebagiannya bagi orang mati, di masjid atau di rumah. (Kitab Adz-Dzakhiratuts Tsaminah, halaman 43)

PASTI TETAP MASIH ADA YANG BILANG BID'AH....
terserah saja, kami hanya sekedar menyampaikan sedikit informasi. semoga bermanfaat bagi yang membaca

Cinta yang Agung-Kahlil Gibran


Cinta yang Agung


Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’
Apabila cinta tidak berhasil
…Bebaskan dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh..

(Kahlil Gibran)

Nyanyian Sukma-Puisi-Kahlil Gibran


Nyanyian Sukma


Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah laguyang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,

Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakahYang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
(Dari Kahlil Gibran – ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)